kpksigap.com , Luwu Utara—
Dalam rangka menindaklanjuti explore Luwu Utara pada September 2024 lalu, di mana dilakukan identifikasi risiko, potensi, serta strategi pada wilayah Landscape Luwu Utara, yang hasilnya adalah masih terdapat beberapa risiko yang berpotensi menghambat pencapaian visi dari Forum Kolaborasi Pengembangan dan Pengelolaan Landskap Sehat (KELOLA).
Visi yang dimaksud adalah Kemandirian Kemitraan Landscape dalam Melestarikan Ekosistem yang Sehat dan Membangun Ekonomi yang Berkelanjutan di Kabupaten Luwu Utara”. Guna mewujudkan visi bersama tersebut, maka Rainforest Alliance (RA) bersama Pokja Forum KELOLA menggelar Focus Group Discussion (FGD) selama dua hari, 19 – 20 November 2024.
FGD yang difasilitasi Bapperida ini dilaksanakan di Aula Bapperida, dan dihadiri Pokja KELOLA, di antaranya PT OFI, ACTIVE, CHALLODO, LASCARCOCO, SFITAL, READSI, PPDI, Dinas Pertanian, KPH, DPMPTSP, DLH, Pajung Institute, Wallacea, Save The Children, USAID ERAT, DP2KUKM, Diskominfo, Camat Rongkong, Masyarakat Hukum Adat (MHA), serta pers (media).
Tujuan FGD dilakukan dalam rangka untuk melakukan perencanaan kerja kolaboratif dan inklusif, serta menyusun beberapa aksi kolaborasi berdasarkan visi yang telah dirumuskan bersama. Di antaranya adalah meningkatkan keberlanjutan lingkungan, mengurangi konflik penggunaan lahan, menyusun strategi pertanian berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan.
Lead Thriving Landscape Luwu Utara, Hasrun Hafid, dalam pemaparannya menyebutkan bahwa ada beberapa tujuan spesifik dari pelaksanaan FGD, yaitu pemulihan ekosistem, perbaikan sistem produksi yang berkelanjutan, penguatan hak masyarakat atas lahannya, peningkatan partisipasi masyarakat, serta peningkatan kesejahteraan melalui sistem produksi berkelanjutan.
“Dalam FGD ini, selain memetakan risiko yang berpotensi menghambat visi Landskap Sehat Luwu Utara, terdapat juga beberapa peluang yang akan membantu mengatasi risiko tersebut, seperti rehabilitasi hutan dan lahan. Di mana masih ada potensi besar untuk memulihkan hutan melalui reforestasi, agroforestri, atau proyek rehabilitasi lahan yang terdegradasi,” jelas Hasrun.
Peluang lainnya, kata Hasrun, adalah pengembangan ekonomi berkelanjutan melalui ekowisata. “Potensi pengembangan ekowisata yang ramah lingkungan dapat memberi keuntungan ekonomi bagi masyarakat lokal sambil melestarikan keindahan alam serta keanekaragaman hayati. Ini bisa menjadi sumber pendapatan yang signifikan tanpa merusak lingkungan,” terangnya lagi.
Tak hanya itu, pertanian berkelanjutan berpotensi dikembangkan dalam mencapai visi Landskap di Luwu Utara. “Sistem pertanian berkelanjutan, seperti pertanian organik, sistem agroforestri, atau penggunaan teknologi yang hemat air, dapat meningkatkan hasil panen sambil menjaga kesehatan tanah serta mengurangi ketergantungan pada bahan kimia sintetis,” imbuhnya.
Dikatakannya, penguatan kelembagaan serta kolaborasi juga bisa ditempuh melalui kemitraan multipihak. Mengingat ada potensi yang besar untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat lokal, LSM, dan sektor swasta dalam menerapkan program konservasi dan restorasi, yang berujung pada meningkatnya pengelolaan SDA secara holistik serta berkelanjutan.
“Dengan melakukan kolaborasi dalam perencanaan yang berdasar pada identifikasi tantangan dan potensi ini, para stakeholder bisa merancang strategi yang berkelanjutan dan terpadu untuk memanfaatkan kekuatan alam dan sosial dalam melestarikan lanskap, mendukung kesejahteraan masyarakat, dan memastikan ketahanan lingkungan di masa depan,” tandas Hasrun.
(KPKsigap – RED – Samsir)