Ketapang,kpk sigap.com
PT.Hendra Putra mandiri Dinas Pekerjaan umum dan tata ruang peningkatan jalan sungai kepuluk-Batu tajam kec sungaimelayu raya sumber dana DBH (dana bagi hasil) sawit sebesar Rp.37.204.000.000. diduga cacat hukum
Konon katanya. Pembeli material galian C ilegal bisa di pidana perusahaan atau perorangan membeli material Galian C tidak mengantongi izin atau eligal dapat di pidana sesuai peraturan dan undang-undang yang berlaku. Benarkah demikian
menurut Analisis LSM Laki. pembeli atau pemasok material seperti tanah laterit bersumber dari galian Eligal bisa saja dikatakan penadah, karena tidak berizin jadi bukan saja pengusahanya yang terancam pidana namun pembeli nya juga
Lebih lanjut.Jumadi LAKI Ketapang, setiap material yang bersumber dari aktivitas eligal tentu hasilnya juga eligal sedangkan pasal 480 KUHP cukup jelas menyebutkan barang yang dibeli atau disewa dari hasil kejahatan itu dapat di pidana.Ucap nya
Maka dari itu, pembeli seperti itu dapat di kategorikan sebagai penadah karena membeli dari hasil eligal, ancaman hukumannya bisa 4 tahun penjara,”Kata Jumadi . (24/06/2024).
Menurut Jumadi dalam keterangan pers .nya memaparkan, bahwa ketika Tim LAKI melakukan investigasi beberapa waktu lalu dia menemukan oknum masyarakat melakukan aktivitas jual tanah latrit ke kontraktor, yang mana di jelaskan tanah itu akan digunakan oleh pelaksana (kontraktor) sebagai material proyek infrastruktur jalan proyek tersebut merupakan besutan dinas Pekerjaan umum dan tata ruang (DPUTR) kab Ketapang senilai Rp.37,2 Miliar, bersumber dari APBD Ketapang melalui program dana bagi hasil sawit
sebatas berbekalkan sertivikat sebagai bukti kepemilikan namun Jumadi LAKI Ketapang menduga oknum tersebut tidak memiliki IUP OP (izin usaha pertambangan operasional produksi).
Padahal katanya Setiap aktivitas pengelolaan, pengangkutan dan penjualan tanah latrit oleh pemilik atau pengusahanya harus memiliki izin bantuan ata dikenal izin galian C.
Dilansir dari berbagai sumber, pengusaha Galian C tidak memiliki izin di Republik Indonesia cukup banyak menjadi pesakitan mereka di meja hijaukan dan bahkan kasus hukumnya sudah di tingkat putusan oleh majelis hakim sementara pembeli dan pemasok hampir tidak terdengar dan jika boleh ditanyakan apa penyebabnya.
Penggunaan material galian C tidak mengantongi izin sudah menjadi rahasia umum meski sering disuarakan lewat media mereka terkait tak pernah menggubris aktivitas tetap berlanjut bak pepatah mengatakan, “Anjing menggonggong kapilah tetap berlalu.”
Salah seorang kontraktor yang tidak ingin jati dirinya dituliskan, mengatakan, setiap proyek infrastruktur yang di kerjakan menggunakan material galian C (tanah uruk atau latrit) pihaknya selalu membayar retribusi. Ucap nya
Setoran katanya, sejumlah material yang digunakan sesuai kontrak proyek yang ditandatangani atau 15 persen dari nilai harga satuan meterial di kali berapa banyak material digunakan.
Kami tidak pernah ditanya dari mana sumber galian C itu didapat apakah memiliki izin atau tidak yang penting bayar retribusi, kata dia.
Dan saya juga sependapat, kalau selama ini ada media yang menyuarakan tentang perusahaan yang mengantongi izin dan selalu membayar pajak sementara Pemda Ketapang dalam memungut retri busi atau pajak MBLB. red
Menurut saya, apakah dinas yang membawahi sebuah proyek dan dinas terkait lainnya di kab Ketapang ini tidak pernah mendengar himbauan kementrian ESDM yang menyatakan, setiap material galian C untuk pembangunan infrastruktur pemerintah maupun swasta harus bersumber dari yang legal atau berizin,” tutup sumber menjelaskan
Sebagai mana Di ketahui UU nomor 28 tahun 2009 tentang pajak Daerah Dan Retribusi Daerah dengan UU nomor 4 tahun 2009 sebagaimana telah di ubah dalam UU nomor 3 tahun 2020 terkait pertambangan mineral dan batu bara. red
Penulis Ibrahim