BELAJAR KETELADANAN PEREMPUAN SUCI AGAMA-AGAMA

Forum Kerukunan Umat Berama (FKUB) Kalimantan Selatan, kembali menyelenggarakan dialog theologis, Sabtu, 9 November 2024, bertempat di Kelenteng Karta Raharja, atau biasa dikenal Kelenteng Pasar, Banjarmasin.

Mengangkat tema “Balajar Keteladanan Perempuan Suci Agama-agama”. Tema ini terasa Istimewa, karena jarang sekali dialog theologis melihat sosok ketokohan Perempuan, apalagi dalam perspketif agama-agama yang mayoritas patriarki.

Dialog ini menghadirkan 3 orang perempuan, perwakilan agama yang berbeda, yaitu Budha, Katolik dan Islam.

Sr. Imelda Ingir Ladjar, SPC, MHA., Ph.D, mewakili agama Katolik memaparkan tentang Mother Teresa dari Calcuta.

Seorang biarawati Katolik Roma yang mengabdikan hidupnya untuk melayani kaum miskin dan orang-orang yang membutuhkan di seluruh dunia.

Biarawati dan misionaris Bunda Teresa juga merupakan pendiri Ordo Misionaris Cinta Kasih.

Ini adalah jemaat wanita Katolik Roma yang berdedikasi untuk membantu orang miskin. Saat ini, ia dianggap sebagai salah satu tokoh kemanusiaan terhebat di abad ke-20.

Ia dianugerahi banyak penghargaan atas karyanya, termasuk Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1979 dan sejak saat itu warisannya terus berlanjut dengan lebih dari 4500 biarawati yang merawat orang-orang di seluruh dunia.

Sepanjang hidupnya, ia memperlakukan orang lain seperti keluarga. Terlepas dari apakah ia mendirikan dapur umum, koloni penderita kusta, panti asuhan, atau rumah bagi orang miskin yang sekarat, Bunda Teresa menghormati semua orang dan menginginkan yang terbaik bagi semua orang.

Mother Teresa merupakan cahaya bagi tuhan dan inspirasi bagi manusia. Ia sensitif terhadap penderitaan org lain. Selalu menolong sesama.

Melakukan hal kecil dengan cinta yang besar. Karya untuk orang sakit dan berkebutuhan khusus.

Dasarnya dalam melakukan semua itu adalah komitmen pada firman Tuhan. Berpusat pada Yesus sebagai teladan. Kasih yang tulus. Kehidupannya adalah doa. Hati yang terbuka, tangan yang melayani, senyum yang menghibur.

Sementara itu, Dra. Ec. Lilyana Widya Poernamawijaya, M.M., M.Pd, mewakili Budha, menguraikan tentang Dewi Kwan Im, yaitu Dewi yang sangat dihormati di kalangan Budha.

Ia mengatakan, Dewi Kwam Im, pertama kali diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada masa yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia.

Lilyana juga memaparkan 20 ajaran Dewi Kwan Im, antara lain: 1). Jika orang lain membuatmu susah, anggaplah itu tumpukan rejeki; 2). Mulai hari ini belajarlah menyenangkan hati orang lain; 3). Jika kamu merasa pahit dalam hidupmu dengan suatu tujuan, itulah bahagia; 4). Lari dan berlarilah untuk mengejar hari esok; 5). Setiap hari kamu sudah harus merasa puas dengan apa yang kamu miliki saat ini; 6). Setiapkali ada orang memberimu satu kebaikan, kamu harus mengembalikannya sepuluh kali lipat; 7). Nilailah kebaikan orang lain kepadamu, tetapi hapuskanlah jasa yang pernah kamu berikan pada orang lain; 8). Dalam keadaan benar kamu difitnah, dipersalahkan dan dihukum, maka kamu akan mendapatkan pahala; 9). Dalam keadaan salah kamu dipuji dan dibenarkan, itu merupakan hukuman; 10). Orang yang benar kita bela tetapi yang salah kita beri nasihat; 11). Jika perbuatan kamu benar, kamu difitnah dan dipersalahkan, tapi kamu menerimanya, maka akan datang kepadamu rezeki yang berlimpah-ruah; 12). Jangan selalu melihat / mengecam kesalahan orang lain, tetapi selalu melihat diri sendiri itulah kebenaran; 13). Orang yang baik diajak bergaul, tetapi yang jahat dikasihani; 14). Kalau wajahmu senyum hatimu senang, pasti kamu akan aku terima; 15). Dua orang saling mengakui kesalahan masing-masing, maka dua orang itu akan bersahabat sepanjang masa; 16). Saling salah menyalahkan, maka akan mengakibatkan putus hubungan; 17). Kalau kamu rela dan tulus menolong orang yang dalam keadaan susah, maka jangan sampai diketahui bahwa kamu sebagai penolongnya; 18). Jangan membicarakan sedikitpun kejelekan orang lain dibelakangnya, sebab kamu akan dinilai jelek oleh si pendengar; 19). Kalau kamu mengetahui seseorang berbuat salah, maka tegurlah langsung degan kata-kata yang lemah lembut hingga orang itu insaf; 20). Doa dan sembah sujudmu akan aku terima, apabila kamu bisa sabar dan menuruti jalanku.

Setelah mengenalkan Dewi Kwan Im, Lilyana kemudian mengenalkan tokoh perempuan lainnya, yaitu Master cheng Yenhèngyán; lahir 4 Mei 1937) adalah seorang bhikkhuni Taiwan. Pada tahun 1966, Cheng Yen mendirikan Yayasan Buddha Tzu Chi, yang biasa dikenal dengan nama Tzu Chi; sebuah organisasi yang mengemban berbagai misi kemanusiaan, antara lain: amal sosial, kesehatan, pendidikan, budaya humanis, pelestarian lingkungan, donor sumsum tulang, bantuan internasional, dan relawan komunitas.

Cheng Yen terlahir dengan nama Wang Jinyun tahun 1937 di desa Chingshui, Kabupaten Taichung, Taiwan.

Pamannya tidak memiliki anak, sehingga Cheng Yen diberikan untuk dibesarkan oleh paman dan bibinya.

Dia mengalami langsung penderitaan selama Perang Dunia II karena dia dibesarkan di Taiwan yang dikuasai oleh Jepang.

Dia menyaksikan langsung efek dari perang dan bahkan mengalami peristiwa pengeboman di Taiwan.

Pengalaman inilah yang mengajarkan dia mengenai konsep ketidak-kekalan di dunia. Pada awal 1945, ia harus mengalami pengalaman rasa sakit dan ketidakberdayaan di umurnya yang kedelapan ketika ia harus menjaga kakaknya yang sedang sakit di rumah sakit selama delapan bulan. Di umur 23, ayahnya meninggal tiba-tiba karena pendarahan di otak yang disebabkan stroke.

Ketika sedang mencari lokasi untuk pemakaman ayahnya, ia pertama kali bertemu dengan Dharma Buddha. Cheng Yen sendiri juga menulis buku berjudul “108 Kata Perenungan”.

Narasumber mewakili Islam, DR. Fatrawati Kumari, M.Hum, mengenalkan sejumlah perempuan suci yang ada pada Al-Quran atau pun Hadist Nabi.

Fatra mengatakan, semua agama memiliki ajaran tentang asketis, yaitu praktek ruhani untuk mengendalikan diri (tubuh & jiwa); untuk melepaskan diri dari keterkaitan terhadap dunia agar fokus pada semata-mata ibadah kepada Tuhan à sehingga melahirkan para asketis, baik laki-laki maupun perempuan. Secara faktual, “wajah” agama (yang ditampilkan umat beragama) cenderung patriarki dimana asketisme seakan hanya berisi laki-laki, para asketis perempuan kurang mendapatkan perhatian – tidak dikaji secara serius, padahal jumlahnya banyak (Murata & Schimmel).

Suci dalam Islam dibicarakan dalam 2 ilmu, yaitu: Ilmu Fikih: Fikih mengajarkan suci secara syari’ah/ hukum – tata cara menjadi suci; bersuci dengan pola yg terukur: zahir, ketika seseorang akan beribadah kepada Allah (mu’amalah ma’Allah) à suci menjadi syarat beribadah.

Sementara Ilmu Tasawuf, yaitu: ilmu yang mengajarkan cara mendekatkan diri kepada Allah dengan mensucikan diri secara batin (batin lebih penting daripada zahir); melepaskan keterikatan pada dunia — tidak terukur secara zahir à hanya Allah yang tahu kadar kesucian seseorang.

Istilah “Perempuan Suci” menjadi suatu pembahasan penting dalam dunia tasawuf, sebagaimana istilah “Laki-Laki Suci” karena Islam mengenal “polaritas relasional” antara laki-laki & perempuan — meskipun berbeda, namun saling memerlukan (al-Baqarah: 187): perempuan adalah pakaianmu (laki-laki) dan kamu adalah pakaian mereka: yang satu menjadi alter ego atas yang lain (Schimmel). Dunia tasawuf diwarnai dengan ciri feminim (ciri “perempuan”): kelembutan (tutur, sikap & hati), keindahan, kerendahan diri –bahkan menjadi “budak” & cinta (Schimmel).

Perempuan suci dalam al-Qur’an & Hadis, terdiiri dari: perempuan suci yg hidup sejak pra-Islam & masa Islam; Perempuan suci pada masa Nabi Muhammad; Perempuan suci dalam dunia Tasawauf; dan perempuan suci yang hidup sejak Islam lahir & pasca Islam.

Siti Hawa; manusia kedua yang diciptakan Tuhan setelah Adam: An-Nisa, ayat 1: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”; al-Baqarah ayat 35: “Dan Kami berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah kamu dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim.“ Sosok Hawa dimuliakan dalam Islam à al-Quran tidak menyebutkan Hawa sebagai penanggungjawab kejatuhan dari surga ke bumi tidak ada konsep dosa asal Hawa digambarkan bertobat, lalu diampuni Allah, namun mereka dipisahkan & bertemu kembali di Mekkah (bukit Shafa – Marwah). Ada pula yang menyebutkan bertemu di Jabal Rahmah (Shimmel).

 

Siti Hajar: putri Raja Fir’aun ketiga, istri kedua Nabi Ibrahim (budak hadiah istri pertama Nabi, Siti Sarah) yang ikhlas ditinggal sendirian di lahan tandus bersama bayi Nabi Ismail karena ta’at kepada Allah — muncul mata air setelah berlari 7x antara bukit Shafa & Marwah: Ibrahim ayat 37: “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”; al-Baqarah ayat 158: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumroh, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.”

Siti Maryam binti Amran: keturunan nabi Daud as/ Bani Israel; hasil doa & nazar sang ibu (Hannah binti Faquz) jika diberi Allah anak akan dipersembahkan untuk berkhidmat kpd Baitul Maqdis. Beberapa kemuliaan Siti Maryam: Dipelihara dari godaan syetan: Ali Imran: 36: “Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak keturunannya kepada Engkau dari syetan yg terkutuk”; Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali syetan pasti menikamnya hingga ia menangis keras karena tikaman tersebut, kecuali Ibnu Maryam (Isa) dan ibunya.” (HR. Muslim). Allah mengabulkan Doa: Ali Imran: 37 ttg makanan dari Allah. Menjadi Perempuan suci: Ali Imran: 42: “Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia. Taat beribadah: Ali Imran: 43 Dianugerahi anak suci: Maryam: 19: Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Rabbmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”. Perempuan sempurna: Hadis: Dari Amru bin Murrah dari Murrah dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “laki-laki yang sempurna itu banyak, sedangkan perempuan yang sempurna itu adalah Maryam bin Imran dan Asiah istri Firaun…” (HR: Muslim). Nama Maryam diabadikan menjadi nama Surah dalam al-Qur’an, yaitu Surah Maryam.

Siti Khadijah binti Khuawailid: istri pertama Nabi Muhammad SAW; penuh kasih sayang pada Nabi, umat & ketaatannya kepada Allah sangat menakjubkan: semua harta, jiwa-raga hanya untuk Allah: al- Dhuha: 8: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan lalu Dia memberikan kecukupan?” Gelar Siti Khadijah: al-Thahirah (Yang Suci), Ummul Mukminin (Ibunya Orang-Orang Mukmin), Sayyidah Nisa’ Quraisy (Pemuka Perempuan Quraisy), Sayyidatu Nisâ’ lil-‘Âlamîn fid-Dunyâ wal Âkhirah (Pemuka Wanita Seluruh Dunia dan Akhirat)

Siti Aisyah binti Abu Bakar: Salah satu isteri Nabi yang mencurahkan hidup untuk Allah & banyak meriwayatkan hadis: Al-Nur ayat 11-20 à Gelar “Ummul Mu’minin” (Ibunya Orang-Orang Mukmin).

Siti Fatimah binti Muhammad: puteri Nabi Muhammad yg menikah dg sahabat Nabi (sepupu Nabi), Ali bin Abi Thalib; terkenal sbg sosok zahidah, solehah, tanpa harta/ dermawan gelarnya: Al-Zahra (wajahnya berseri-seri, cantik spt bunga, al-Batul (selalu beribadah & perempuan terbaik penghuni surga); Khairan Nisa (perempuan terbaik), dll. Sana’i (penyair Afganistan dlm Schimmel) menggambarkan kesalehan Fatimah melalui syair: dunia ini penuh dengan kaum perempuan, namun dimana kah perempuan seperti Fatimah, perempuan yang terbaik? Sayyidah Nafisa (wafat 208/ 824) terkenal solehah; sezaman dg Imam Syafi’i; ditulis oleh sejarawan Ibnu Khalikan.

Rabi’ah al-Adawiyah binti Ismail: sufi perempuan yg lahir di Bashrah sekitar 713-717 M & wafat 801 M; mengubah asketisme yg suram menjadi cerah dengan cinta; Rabiah diceritakan berlari melintasi Basrah membawa obor (untuk mengobarkan api di surga) dan ember berisi air (untuk memadam api di neraka), agar tidak ada lagi orang yang menyembah Allah karena surga & neraka, melainkan semata-mata karena Allah; Salah satu syair Rabi’ah yg populer: Syair Pertama: Jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka-Mu, bakarlah aku di dalamnya, Dan jika aku menyembah-Mu, karena mengharap surga-Mu, maka haramkanlah aku daripadanya , Namun jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu, maka jangan palingkan wajah-Mu dariku; diberi gelar “Mahkota kaum laki-laki” (kesalehannya melebihi laki-laki sehingga menjadi kiblat kesolehan bagi siapapun) ditulis Muhammad Zihni, Jaluddin Rummi, Fariduddin Aththar, dll (Schimmel). Ummu Haram (w. 27 H/ 649 M): melewati hari dengan puasa, meratap & berdoa.

Maryam al-Basriyyah (sezaman dengan Rabi’ah 717- 801 M): sepanjang waktu hanya beribadah & meratap sampai matanya buta. Penyair Turki Lale Muldur menggambarkannya: Maryam dari Bashrah adalah gadis budak Rabi’ah, Belum sempat dia memahami cinta kasih Tuhan, dia telah tenggelam dalam ekstase, Dalam suatu pertemuan zikir, tiba-tiba dia mati karena cinta; Tuhan memiliki banyak pecinta taat yg bagai hujan, jika jatuh ke bumi berubah menjadi jagung, jika jatuh ke laut menjadi mutiara. Sya’wana: hidup sekitar tahun 800 M-an: kehidupan asketisnya ditulis banyak sufi & penyair, termasuk al-Ghazali. Fathimah dari Nisyafur (w.849): dikagumi Dzunnun al-Misri karena asketiknya.

Rabi’ah binti Ismail, istri sufi Ahmad bin al-Hawari (w.851) yg menikah sebagai saudara (bukan istri/ suami). Bahriyah al-Mausuliyyah: meratap hingga buta. Fathimah binti al-Kattani (w.934). Fathimah binti al-Mutsannah, Nizam, Zainab al-Qal’iyyah (diceritakan Ibnu Arabi dlm kitab2nya Futuhat al-Makiyyah). Dunia tasawuf mengajarkan pentingnya “laki-laki” dan “perempuan” baik sebagai jenis kelamin maupun sebagai kualitas, karena keduanya diperlukan dan relasional dalam mendekati Tuhan. Dunia tasawuf merupakan wilayah “bebas” dan setara, tidak ada sekat; tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecuali taqwa (al-Hujurat: 13) sehingga laki-laki dan perempuan berlomba memacu diri – Tuhan ditampilkan dengan indah sehingga memancing siapapun, baik laki-laki maupun perempuan untuk meraihNya.

Sumber Informasi: Noorhalis Majid

Editor: Mega

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *