Medan( Sumut) –kpksigsp.com.
Selasa, 15 Oktober 2024 Sekitar pukul 11.50 WIB s/d /pkl 13.15 wib ,tepatnya diruang Cakra 4 – Pengadilan Negeri Medan, dalam gugatan PMH CLS Nomor Perkara 101/Pdt.G/2024/PN Medan. Oleh panitera pengganti memanggil nomor perkara 101/Pdt.G/2024/PN Mdn untuk masuk kedalam ruang Chakra 4-PN Medan.
Sidang akan dimulai, setelah dua minggu sebelumnya bukti-bukti sanggahan dari para tergugat telah diserahkan kepada Majelis Hakim pada tanggal 01 Oktober 2024.
Hari ini, Majelis Hakim ingin mendengar keterangan ahli dari para tergugat perihal revitalisasi yang sedang berjalan.
Tampil kuasa hukum Tergugat II Wali Kota Medan, Junaidi Sanjaya, S.H dengan dua ahli mendampingi, yakni; Arsitek Soehardi Hartono, IAI; team leader yang merencanakan dan merancang Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan. Dan Dr. Isnen Fitri, M.Eng, Akademisi /staf pengajar Program Magister USU, ahli pelestarian kota. Dan juga sebagai Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Dalam hal revitalisasi, beliau dilibatkan Pemko Medan untuk memberikan masukan di awal perencanaan & mengawal jalannya revitalisasi.
Mereka berdua dihadirkan kuasa Tergugat II, untuk memberikan keterangan dipersidangan.
Melalui kuasa hukumnya kedua ahli dipanggil maju ke depan Ketua Majelis, dan dalam posisi berdiri disumpah. Ahli Dr. Isnen Fitri disumpah oleh Ketua Majelis menurut agama Islam. Dan Ar. Soehardi S, IAI menurut agama Budha.
Setelah disumpah, lalu Ketua Majelis Hakim meminta kuasa hukum tergugat II untuk menjelaskan, perihal apa ahli dihadirkan.
Lalu kuasa hukum menyampaikan, tujuan menghadirkan Dr. Isnen Fitri, M.Eng untuk menyampaikan apa yang dimaksud dengan revitalisasi, dan pelestarian berdasarkan teori maupun menurut Undang-Undang No. 2 tentang Cagar Budaya yang berlaku. Termasuk perihal yang diketahuinya, bahwa sebelum dilakukan revitalisasi dilakukan, sudah dilakukan sosialisasi.
Sedangkan untuk sang Arsitek Ir. Soehardi S, untuk menjelaskan tentang desain Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan dan prosesnya.
Oleh Ketua Majelis Jusufrihandi Girsang, M.H lebih dahulu meminta Dr. Isnen F menjelaskan apa itu revitalisasi. Dan bagaimana penerapannya pada Revitalisasi Lapangan Merdeka. Kemudian ahli Dr. Isnen Fitri menjelaskan, bahwa revitalisasi adalah sebuah tindakan untuk menghidupkan kembali aktivitas pada suatu gedung/bangunan atau suatu kawasan yang mulai redup. Lalu memvitalkannya dengan menambah aktivitas/fungsi baru didalamnya.
Dalam ilmu pelestarian, ada 3 hal tindakan pelestarian antara lain; 1) perlindungan, 2) pemanfaatan atau, 3) pengembangan. Dalam hal Lapangan Merdeka, yang dilakukan Pemko adalah tindakan *pengembangan*. Yakni merevitalisasi, menggunakan konsep *Adaptasi dan Modernisasi*. Hal itu dilakukan mengingat perkembangan yang terjadi di sekitar lapangan Merdeka, dan antisipasi perkembangan ke depan kota Medan.
Seperti masalah parkir, transportasi dan aktivitas social luas di lapangan Merdeka.
Menurutnya, mengingat hal itu dilakukan oleh Negara-negara lain. Termasuk kita di Indonesia, semisal di lapangan Karebosi Sulawesi Utara, alun-alun Bandung dan lapangan kota di Surabaya.
Dibawah lapangan karebosi misalnya, dibangun pusat perbelanjaan dan aktivitas baru. dibawah alun-alun bandung, dibangun sarana parkir. Itu sudah dilakukan. Hal itu tidak bisa dihindari karena kebutuhan akibat dari perkembangan kota itu sendiri !
Sayangnya, pada waktu memberikan contoh itu, Ahli tidak mendahului penjelasannya. Perihal apa persamaan dan perbedaan antara lapangan Merdeka Medan dengan ketiga kasus yang dia sebutkan. Mengingat, walaupun keduanya sama-sama lapangan tetapi jelas berbeda dari latar belakang & sejarah yang melekat pada lapangan. Tentu hal itu akan menjadi soal, jika perbedaannya tidak disampaikan!
Hal berikutnya yang bisa dipertanyakan adalah. Apakah benar, bahwa sebelumnya Lapangan Merdeka kurang berfungsi, sehingga perlu direvitalisasi ?
Atau, justru karena semakin liarnyalah perkembangan di Lapangan Merdeka; ditandai dengan semakin bertambahnya fungsi-fungsi baru di sana, yang menenggelamkan keberadaannya sebagai indikatif situs sejarah dan cagar budaya Koalisi mempersoalkannya.
Melihat yang terjadi di sana; luas Tanah Lapang Merdeka (TLM) seiring waktu semakin diokupasi untuk kepentingan komersial, maupun jasa lain padahal kegiatan itu bukan fungsinya lapangan. Seperti misalnya, dibangunnya kantor dishub, ofisial gojek dan toko buku sisi timurnya. Dan pusat jajanan disisi Barat.
Belum lagi gedung-gedung upt dinas pertamanan dan dinas pariwisata.
Artinya, karena semakin liarnyalah pemanfaatan lahan diatas TLM diluar kendali fungsi utamanya, maka Koalisi jadi kuatir, karena berpotensi akan menggeser nilai-nilai signifikan yang melekat di TLM. Maka Koalisi mengambil tindakan penyelamatan untuk membebaskan TLM dari bangunan-bangunan diatas lapangan di ke-empat sisinya. Termasuk kantor polisi, bukan tempatnya di sana !
Maka pada tahun 2020, Koalisi menggugat Walikota Medan untuk menetapkannya sebagai Cagar Budaya. Tepatnya sebagai Cagar Budaya Nasional: Situs Proklamasi. Dan koalisi menang di PN Medan pada Rabu, 14 Juli 2021. Sayangnya delapan bulan kemudian, Walikota langsung merevitalisasinya. Cilaka dua belas!
Dan tindakan Walikota merevitalisasi Lapangan Merdeka, melalui penunjukan Ir. Soehardi H, IAI sebagai Arsiteknya, bukanlah apa yang kita maksud sebagai tindakan bunuh diri. Perihal itu lebih tepat disebut tindakan merusak Tanah Lapang Merdeka.
Yaaaa, menurut Koalisi Walikota dan Arsitek Soehardi telah merusak status cagar budaya Lapangan Merdeka, fungsinya sebagai ruang publik, karena telah melobangi tanahnya di empat sisi sedalam 8 meter, dan melobangi (_*sponge-city*_) sisi Timurnya. Dan membuat pusat jajanan, bioskop, ruang perjamuan dan layanan publik dinas, dst di sana, ditempat yang bukan pada tempatnya. Benar-benar kacau !
(M.Hutabarat/Eka)