Pemuda Tewas di Ujung Kris Pada Saat Angngaru (Ritual Adat Bugis Makassar) di Pesta Pernikahan Kampung Malise Labakkang

Pangkep-Kpksigap.com–Gelar ritual budaya angngaru seorang pemuda di Kabupaten Pangkep bernama Fajar (18) harus kehilangan nyawa setelah terkena keris Bugis miliknya sendiri yang digunakan dalam ritual tersebut.

Kejadian tersebut terjadi di Kampung Malise, Kelurahan Pundata Baji, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Selasa 29 Oktober 2024.

Informasi yang dihimpun awak media, saat itu Fajar sedang melaksanakan ritual budaya angngaru penjemputan rombongan mempelai pria di acara pesta pernikahan mempelai wanita, adat tradisi Angngaru dengan menggunakan senjata tajam (Keris Bugis). Namun saat melaksanakan ritual budaya angngaru tersebut, tiba-tiba keris yang digunakan Fajar menembus dada dibagian kirinya sehingga membuatnya sempoyongan dan akhirnya jatuh tak sadarkan diri pada saat ritual nagngaru.

Fajar kemudian dilarikan ke Puskesmas Pundata Baji untuk mendapatkan pertolongan medis. Namun takdir berkata lain, Fajar meninggal dunia dalam perjalanan ke Puskesmas.

Tentunya peristiwa ini membawa duka yang mendalam bagi keluarga korban serta masyarakat yang hadir dalam acara pernikahan tersebut. Tradisi ritual budaya Angngaru, yang menjadi bagian penting dalam adat pernikahan di daerah Labakkang, kini menghadirkan kejadian tragis yang tak terduga.

Tradisi Angngaru’ yang terun temurun menjadi budaya leluhur bagi suku bugis makassar, sangatlah kental pada masanya. Angngaru ini biasanya dilakukan pada saat penyambutan tamu dan pesta adat seperti pernikahan dan pesta adat lainnya yang bersifat ceremoni. Angngaru berasal dari kata dasar aru, yang artinya adalah sumpah. Jika diartikan, angngaru merupakan ikrar yang diucapkan orang – orang Gowa pada jaman dulu. Tradisi ini biasanya diucapkan oleh abdi raja kepada rajanya, atau sebaliknya, oleh raja kepada rakyatnya.

Angngaru, sebuah tradisi sakral dari Sulawesi Selatan, memiliki akar yang dalam dalam budaya Bugis-Makassar. Ritual ini dulunya erat kaitannya dengan dunia peperangan, di mana Angngaru bukan hanya sekadar tarian, tetapi simbol keberanian, loyalitas, dan kesetiaan seorang prajurit kepada rajanya. Seiring waktu, meski peperangan telah lama berakhir, tradisi Angngaru tetap lestari sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan budaya lokal.
( Chemal Rusanda )

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *