Banyuwangi – kpksigap.com Ketua Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat (APPM) akhirnya memberikan penjelasan terkait meninggalnya Alvin Dwi Cahyo di Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Narkoba LRPPN BI Banyuwangi. Klarifikasi ini muncul setelah berbagai pemberitaan mengenai insiden tersebut ramai dibicarakan di media online.
Menurut Ketua APPM, lembaga rehabilitasi sosial yang bekerja sama dengan atau Mitra Badan Narkotika Nasional (BNN) harus mematuhi standar operasional yang ketat, terutama dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan berfokus pada pemulihan fungsi sosial korban narkoba. Namun, insiden bunuh diri di panti tersebut menimbulkan pertanyaan besar terkait penerapan standar keamanan serta Pengawasan, seperti penggunaan sarana yang dapat membahayakan pasien.
“Sarana yang bisa menimbulkan bahaya seperti tali atau sarung seharusnya tidak tersedia di lingkungan rehabilitasi yang bertujuan membantu pasien pulih, bukan memicu halusinasi negatif,” ungkap Ketua APPM.
Rofiq Azmy juga mempertanyakan apakah alat yang digunakan Alvin untuk bunuh diri merupakan bagian dari prosedur standar operasional (SOP) di panti rehabilitasi tersebut.
Lebih lanjut, Ketua APPM mengungkapkan adanya kejanggalan mengenai status Alvin sebelum masuk ke panti. Ia menyebut, Alvin tidak seharusnya dikategorikan sebagai pecandu narkoba. Berdasarkan surat rujukan dari Dr. Sebut saja Bunga (Nama samaran) dari Puskesmas Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, pada 29 Juli 2024, Alvin didiagnosa menderita Skizofrenia Paranoid, bukan pecandu narkoba, seperti yang diberitakan dalam keterangan nya pada 27 juli 2024. Lalu keterangan siapa yang dapat di jadikan Pedoman?.
“Rujukan dari dokter jelas menunjukkan bahwa Alvin menderita gangguan mental, bukan ketergantungan narkoba. Bagaimana mungkin almarhum bisa dianggap sebagai pecandu narkoba dan dimasukkan ke dalam panti rehabilitasi? Ini pertanyaan besar yang harus dijawab oleh pihak terkait,” ujar Ketua APPM.
Ia juga menegaskan pentingnya APH dan Para Pihak menelusuri kronologi awal penetapan Alvin sebagai pecandu, yang berujung pada keputusan Merehabilitasinya di LRPPN BI jalan kepiting Banyuwangi. Prosedur rehabilitasi untuk pecandu seharusnya diawali dengan skrining untuk memastikan status pecandu, diikuti dengan tahapan intake, asesmen, dan konseling berkala. Semua prosedur ini harus dijalankan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh BNN, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan.
Ketua APPM juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang melakukan tindakan ilegal di bawah kedok legalitas, termasuk memberikan informasi yang tidak benar kepada publik.
“Jangan sampai ada pembohongan publik, apalagi fitnah terhadap almarhum dan keluarganya. Saya sebagai warga satu desa dalam satu dusun dengan almarhum Alvin akan melaporkan dugaan malpraktik dan keterangan palsu yang sudah tersebar di media,” tegasnya.
Kasus seperti ini menimbulkan keresahan di masyarakat, dan pihak kami APPM berharap ada Penyelidikan lebih lanjut dan tidak mudah mengambil keputusan yang salah mengenai kematian Alvin di panti rehabilitasi tersebut.
Kabiro Banyuwangi