Proyek Dampingan Kejaksaan Jembatan Wae Lampang Gunakan Material Ilegal Dalam Konstruksinya

Manggarai Timur –kpksigap.com Proyek pembangunan Jembatan Wae Lampang yang mendapat pendampingan dari Kejaksaan Negeri Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) kini menghadapi kontroversi serius setelah terungkapnya penggunaan material ilegal dalam konstruksinya.

Laporan dari masyarakat menunjukkan bahwa beberapa bahan bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, menimbulkan kekhawatiran mengenai keselamatan dan kualitas proyek.

“Pasir dan batu untuk bangunan ambil dari kali Wae Lampang,” ujar salah satu Warga kepada media ini, Rabu (11/9/2024).

Selain masalah dalam hal material, ada juga dugaan praktek nepotisme dalam proses pengadaan proyek tersebut.

Fakta menunjukkan adanya indikasi cacat prosedur dalam proses tender hingga dugaan memenangkan keluarga sendiri oleh Panitia Tender dari proyek dengan pagu hampir 11 miliar itu berpotensi menimbulkan kerugian bagi Negara.

Proyek ini bernilai hampir Rp 11 miliar dan dikerjakan oleh CV Gladiol, yang dipimpin oleh Jefrianus Mesakh Bembot, ipar kandung dari Wilibrodus A. Putra, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.

Dugaan praktik nepotisme ini mencuat setelah diketahui bahwa selisih antara penawaran CV Gladiol, yakni Rp 10,875 miliar, dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp 10,9 miliar sangat kecil, hanya sekitar Rp 20 an juta. Fakta ini menimbulkan spekulasi adanya kepentingan keluarga dalam proses tender proyek tersebut.

Berdasarkan data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Manggarai Timur, anggaran pembangunan Jembatan Wae Lampang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2023.

Menariknya, CV Gladiol disinyalir merupakan  satu-satunya peserta tender, yang semakin memperkuat dugaan kurangnya transparansi dan keadilan dalam proses pengadaan.

Publik merasa khawatir bahwa kasus ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap aturan yang melarang pejabat pemerintah memenangkan keluarga dalam proyek-proyek yang didanai oleh anggaran negara.

Aturan ini diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang melarang pejabat untuk melakukan tindakan KKN, termasuk penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau keluarga.

Selain itu, Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) juga mengatur bahwa ASN harus menjaga netralitas dan menghindari tindakan yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.

Pejabat ASN yang memiliki kepentingan pribadi atau keluarga dalam suatu proyek diharuskan untuk menghindari keterlibatan dalam pengambilan keputusan terkait proyek tersebut.

Cacatnya proses pemenangan Proyek jembatan Wae Lampang tentu membuat produk pembangunan jembatan tersebut ikut  cacat hingga berpotensi menyebabkan total loss (kerugian total) bagi Negara.

Praktisi Hukum, Marsel Nagus Ahang, S.H saat diwawancarai, mengatakan bahwa dalam konteks pendampingan proyek daerah, Kejaksaan Negeri memiliki peran strategis untuk menjaga agar proses pengadaan dan pelaksanaan proyek berjalan secara transparan, adil, dan sesuai dengan hukum.

Dalam konteks pendampingan Kejaksaan Negeri Manggarai di proyek Jembatan Wae Lampang, Sya’ban menyebut bahwa Kejaksaan wajib melakukan fungsi-fungsi ini dengan baik.

“Kejaksaan Negeri dapat menjadi garda terdepan dalam melindungi kepentingan publik dan memastikan pembangunan daerah berjalan dengan baik dan berkelanjutan.”

Menurutnya, salah satu permasalahan yang sering muncul adalah dugaan praktik nepotisme yang dapat merugikan kepentingan publik. Dalam konteks ini, Kejaksaan Negeri memiliki beberapa fungsi utama:

1. Penyelidikan dan Penyidikan

Ketika terjadi dugaan nepotisme dalam suatu proyek daerah, Kejaksaan Negeri memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan secara independen. Langkah ini penting untuk mengumpulkan bukti-bukti yang kuat terkait praktik-praktik yang melanggar hukum, seperti pemberian keuntungan kepada keluarga atau kerabat tanpa proses yang adil.

2. Pendampingan Hukum

Kejaksaan Negeri juga berperan dalam memberikan pendampingan hukum kepada pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan pihak swasta yang terlibat dalam proyek tersebut.

Pendampingan ini meliputi memberikan nasihat hukum, mengoordinasikan investigasi dengan aparat penegak hukum lainnya, serta memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Pengawasan Proyek

Selain itu, Kejaksaan Negeri juga memiliki peran dalam mengawasi jalannya proyek daerah untuk memastikan bahwa tidak ada praktik nepotisme atau korupsi lainnya yang terjadi. Pengawasan ini dilakukan melalui audit dan evaluasi terhadap pelaksanaan proyek secara berkala guna menjamin transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi penggunaan anggaran publik.

4. Penegakan Hukum

Jika setelah penyelidikan ditemukan bukti yang cukup, Kejaksaan Negeri dapat mengambil langkah hukum, seperti menuntut pelaku nepotisme di pengadilan. Proses ini penting untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan mencegah praktik serupa terjadi di masa mendatang.

5. Pendidikan Hukum Masyarakat

Selain menjalankan tugas-tugas penegakan hukum, Kejaksaan Negeri juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mematuhi hukum dan konsekuensi dari pelanggaran seperti nepotisme. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum di tengah masyarakat dan mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum.

(KPK-SIGAP : Eventus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *