Cerita Alfonsa Horeng Bangun Komunitas Lepo Lorun Nita Lestarikan Warisan Leluhur

Maumere, Sikka- kpksigap.com
Tanggal 5 September 2024, wartawan KPK- Sigap com mendatangi dan mewawancarai kelompok tenun ikat tradisional LEPO LORUN, Nita – SIKKA, yang terletak di dikampung Nita Lalat, dusun Nita Pleat, Nita ,.SIKKA. kelompok.tenun.ikat ini digagas oleh kaum muda Nita, ibu Alfonsa Horeng seusai menamatkan pendidikan.S1.Fakultas Pertanian, Univ..Widya Mandala , Surabaya.

Dalam.wawanvara tersebut, dikatakannya bahwa mula mula mengajak beberapa ibu penenun sarung tenun ikat disekitar kampung Nita lalat.

Dan pada saat itu pula, secara spontanitas bergabunglah ke- 14 ibu pengrajin tenun ikat dan memulai dengan merekambawa.masing masing peralatan tenun lengkap dengan benang dan siap tenun dari rumah mereka masing masing. Demikian sekilas, ibu Alfonsa, sapaan kesehariannya, tentang kelompok tenun ikat LEPO LORUN, Nita.

Dengan semangat berapi api Alfonsa meriwayatkan terbentuknya kelompok tenun ikat LEPO LORUN, bahwa kegiatan kelompok ini dimaksud semata mata untuk melestarikan budaya tenun ikat tradisional warisan leluhur yang hampir dilupakan.oleh kaum generasi muda milenial yang serba instan .

Bahkan saya pribadi sendiri pun hampir tidak tahu dan paham tentang proses.pembuatan sarung tenun ikat tradisional, karena sibuk menempuh IPTEK diluar daerah. Sehingga untuk dapat mempelajarinya, dengan pembentukan kelompok tersebut agar bisa belajar langsung dari ibu ibu penenun.

Alfonsa menjelaskan Lepo Lorun berasal dari Bahasa Sikka. Lepo artinya rumah dan Lorun artinya tenun. Jadi Lepo Lorun berarti Rumah Tenun.

Lebih lanjut Alfonsa menjelaskan dalam motif dan ragam hias yang ditampilkan pada tenun mengandung nilai religius berdasakan pola pikir nenek moyang yang merupakan kegiatan sakti dengan dasar spiritual yang kuat.

“Dalam proses pembuatan kain sarung tenun ikat tradisional berbagai bahan dasar pewarna diambil dari tumbuhan alam sekitar wilayah Nita,” ujar Alfonsa.

Kapas misalnya diambil dari kebun mereka setelah tua, dijemur yang dalam bahasa setempat disebut Kapa. Sedangkan untuk motifnya dari Enau yang diperoleh dengan cara mengikis seratnya yang kasar ketika pucuk enau masih mentah dan seratnya itu disebut Tebu.

Selanjutnya bahan pembuat warna adalah tarum. Kulit dan daun mangga untuk warna hijau. Kunyit dicampur dengan Tarum untuk memperoleh warna kuning, Mangkudu untuk merapatkan warna merah tua.

Alfonsa mengakui pembentukan Komunitas Lepo Lorun tersebut bukan untuk menyombongkan diri, bukan juga untuk memamerkan diri dan untuk tidak mencari popularitas diri tapi semata-mata untuk pelestarian warisan leluhur agar tidak punah.

“Sekaligus memberikan pendidikan kepada generasi penerus bangsa akan warisan leluhur agar tidak tergerus oleh zaman,” kata ibu Alfonsa yang telah diundang 35 negara sebagai narasumber.

KPK SIGAP Sikka-Frans- Yuven

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *